MANCHESTER – Awan kelabu menyelimuti Old Trafford. Manchester United gagal memanfaatkan dominasi mutlak mereka saat hanya mampu bermain imbang 1-1 melawan tim penghuni zona degradasi, West Ham United, dalam lanjutan sengit Liga Inggris, Jumat (5/12/2025). Hasil yang terasa seperti kekalahan ini sontak memicu gelombang kritik, mempertanyakan efektivitas lini serang Setan Merah, dan yang paling utama, memicu raut frustrasi yang kentara dari sang manajer, Ruben Amorim.

Laga yang seharusnya menjadi momentum kebangkitan bagi United—yang sedang berjuang keras merangkak naik di papan tengah—justru berakhir antiklimaks. Gol pembuka nan indah dari bek sayap andalan, Diogo Dalot, pada menit ke-58 seolah menjadi jaminan tiga poin. Namun, kelalaian defensif dan, yang lebih parah, kegagalan tim menyelesaikan rentetan peluang emas, harus dibayar mahal oleh gol telat pahlawan tak terduga The Hammers, Soungoutou Magassa, di menit ke-83. Gol penyeimbang tersebut tak hanya merobek jala André Onana, tetapi juga memutus harapan The Red Devils untuk memangkas jarak dengan zona Eropa.

Statistik Menipu dan Jeritan Sang Manajer

Analisis data pertandingan menunjukkan jurang pemisah yang lebar antara kedua tim. Manchester United menguasai 64% aliran bola, jauh meninggalkan West Ham yang hanya mencatatkan 36%. Skuad asuhan Amorim juga melancarkan total 14 tembakan, berbanding 9 milik lawan. Namun, dari 14 percobaan tersebut, hanya 5 yang mengarah ke gawang, sebuah angka yang mencerminkan penyakit kronis yang kini menjangkiti lini depan United: inefisiensi penyelesaian akhir. Hanya satu gol yang mampu mereka konversikan, sebuah statistik yang sangat kontras dengan dominasi permainan yang mereka tunjukkan.

Dalam konferensi pers pasca-laga, Amorim tidak menyembunyikan kekecewaannya. Nada bicaranya sarat kepedihan dan kemarahan yang tertahan, sebuah indikasi bahwa kesabaran pelatih asal Portugal itu mulai menipis terhadap penampilan timnya.

Amorim lantas mempertegas inti permasalahannya: “Ini benar-benar membuat frustrasi karena jika Anda melihat pertandingan, Anda mengendalikan permainan, menciptakan peluang, tetapi kami tidak mampu memenangkan pertandingan. Sepak bola adalah tentang gol, dan kami tidak cukup klinis hari ini.”

Ancaman Nyata di Papan Klasemen

Hasil imbang ini tidak hanya menyakitkan secara emosional tetapi juga merugikan posisi Manchester United di papan klasemen. Dengan tambahan hanya satu poin, United kini terpaku di peringkat ke-8 dengan koleksi 22 poin dari 15 pertandingan. Mereka semakin jauh dari target empat besar, yang kini terasa seperti mimpi di siang bolong.

Sebaliknya, bagi West Ham United, yang datang ke Old Trafford dengan bayang-bayang ancaman pemecatan bagi sang manajer, David Moyes (sebelumnya, editor’s note: untuk skenario fiksi ini, diasumsikan Moyes masih melatih atau manajer baru sedang kesulitan), hasil ini adalah penyelamat. Magassa, gelandang muda yang masuk dari bangku cadangan, menjadi katalisator kebangkitan mereka. Satu poin berharga mengangkat The Hammers sedikit dari dasar jurang, meski mereka tetap berada di posisi ke-18 dengan 12 angka.

Pertaruhan Taktis dan Sorotan ke Lini Serang

Kritik kini mulai diarahkan pada pilihan taktis Amorim, khususnya rotasi di lini serang. Meskipun penampilan Bruno Fernandes di lini tengah kembali menjadi motor penggerak, masalah terletak pada penyelesaian akhir yang tumpul.

Penyerang utama, terlihat berjuang keras melawan fisik para bek West Ham, sementara Matheus Cunha—yang diharapkan menjadi sosok pembeda—gagal mengonversi kesempatan satu lawan satu yang krusial di babak kedua. Para komentator dan legenda klub mulai mendesak Amorim untuk mencari solusi instan, baik melalui perubahan formasi yang lebih ofensif atau bahkan mempertimbangkan untuk mengandalkan winger muda seperti Facundo Pellistri atau Amad Diallo untuk menyuntikkan energi baru dan ketajaman yang hilang.

Ini bukan kali pertama United tampil dominan namun gagal menang di musim ini. Pola ini mulai terlihat mengkhawatirkan dan menjadi indikator bahwa masalah mentalitas pemenang di saat-saat genting masih menghantui skuat. Kegagalan “membunuh” pertandingan setelah unggul 1-0 adalah dosa besar di Liga Inggris, dan Amorim menyadari betul bahwa ia harus segera menemukan penawarnya sebelum tekanan publik dan manajemen mencapai titik didih.

Manchester United akan menghadapi jadwal padat yang menantang di bulan Desember. Pertandingan tandang melawan rival historis seperti Liverpool dan pertandingan krusial di Liga Champions menanti. Jika Amorim gagal menanamkan insting pembunuh pada anak asuhnya, kekalahan yang menyakitkan di bulan ini dapat mengubah musim yang tadinya penuh harapan menjadi sebuah bencana. Frustrasi Amorim adalah cerminan dari frustrasi jutaan penggemar yang mendambakan kembalinya United ke puncak kejayaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *