RIYADH – Panggung megah Al-Awwal Park menjadi saksi bisu runtuhnya ambisi AC Milan dalam perburuan trofi Supercoppa Italiana 2025. Meski memegang kendali permainan hampir di sepanjang laga, skuad asuhan Massimiliano Allegri harus berlutut di hadapan efisiensi mematikan Napoli. Skor 2-0 untuk keunggulan Il Partenopei mengirim pesan jelas: penguasaan bola hanyalah angka jika gagal menembus disiplin pertahanan tingkat tinggi.

Laga semifinal yang berlangsung pada Sabtu (20/12/2025) waktu setempat ini mempertemukan dua filosofi yang kontras. Milan tampil dengan gaya agresif dan menekan, sementara Napoli di bawah arahan taktik yang disiplin memilih untuk menunggu dan menerkam di saat yang tepat. Hasilnya? Efektivitas mengalahkan dominasi.

Dominasi yang Mandul

Statistik menunjukkan betapa superiornya Milan dalam hal distribusi bola. Rossoneri mencatatkan 58 persen penguasaan bola, memaksa Napoli lebih banyak bertahan di area sendiri. Namun, statistik ini sekaligus menjadi ironi. Dari 12 percobaan tembakan yang dilepaskan Rafael Leao dan kawan-kawan, hanya dua yang benar-benar menguji ketangkasan kiper Napoli.

Buruknya penyelesaian akhir dan minimnya kreativitas di sepertiga akhir lapangan membuat serangan Milan tampak seperti ombak yang pecah saat membentur karang. Napoli tampil sangat solid, menutup ruang antarlini, dan memastikan setiap pergerakan pemain Milan selalu dalam pengawasan ketat.

David Neres dan Hojlund Jadi Mimpi Buruk

Di sisi lain, Napoli menunjukkan bagaimana sepak bola modern seharusnya dimainkan dalam skema serangan balik. Meski hanya menguasai 42 persen bola, setiap transisi mereka terasa sangat mengancam. Pasukan Naples ini hanya butuh 11 percobaan untuk menghasilkan lima tembakan tepat sasaran, di mana dua di antaranya bersarang telak di gawang Milan.

Gol pertama lahir dari aksi magis David Neres. Pemain asal Brasil ini memanfaatkan celah di sisi kanan pertahanan Milan yang terlambat melakukan transisi bertahan. Dengan kontrol bola yang ciamik, Neres melepaskan sepakan melengkung yang gagal dihalau Mike Maignan.

Kematangan Napoli semakin terlihat saat Rasmus Hojlund menggandakan keunggulan. Bomber muda ini membuktikan ketajamannya dengan memanfaatkan umpan terukur di dalam kotak penalti. Gol ini seolah menjadi “paku terakhir di peti mati” bagi harapan Milan untuk bangkit, sekaligus mengonfirmasi rapuhnya koordinasi lini belakang yang dikeluhkan oleh Allegri.

Pengakuan Jujur Massimiliano Allegri

Pasca pertandingan, Massimiliano Allegri tidak mencari-cari alasan. Dengan sportif, pelatih berkebangsaan Italia tersebut mengakui bahwa Napoli memang tampil lebih superior dalam hal organisasi permainan, terutama di sektor pertahanan.

“Kami seharusnya bisa berbuat lebih baik saat kebobolan dua gol tersebut. Kedua tim sebenarnya bermain bagus, tetapi mereka (Napoli) bertahan jauh lebih baik dan pantas mendapatkan kemenangan ini,” ujar Allegri dalam sesi konferensi pers yang dikutip dari Football Italia.

Allegri juga menyoroti penyakit lama yang terus menghantui timnya: kerapuhan lini belakang. Dalam beberapa laga terakhir, Milan memang tampak kesulitan menjaga clean sheet. Lawan seringkali mencetak gol dari peluang yang sebenarnya tidak terlalu berbahaya, namun terjadi karena kelalaian posisi pemain bertahan.

“Akhir-akhir ini kami terlalu mudah kebobolan dan kami perlu segera meningkatkan performa. Kekalahan ini pahit, namun harus dilihat sebagai kesempatan untuk belajar dan bangkit kembali di kompetisi lainnya,” tambah Allegri dengan nada serius.

Evaluasi Menuju Sisa Musim

Kekalahan di Riyadh ini menjadi tamparan keras bagi Milan yang sedang berjuang menjaga konsistensi di Serie A dan kompetisi Eropa. Allegri kini memikul beban berat untuk segera memperbaiki struktur pertahanannya sebelum jendela transfer musim dingin ditutup atau sebelum jadwal padat awal tahun depan dimulai.

Bagi Napoli, kemenangan ini bukan sekadar tiket menuju final Piala Super Italia, melainkan pernyataan kekuatan bahwa mereka adalah kandidat terkuat penguasa Italia tahun ini. Soliditas lini belakang yang dipadukan dengan ketajaman duet Neres dan Hojlund menjadikan mereka tim yang sangat sulit dikalahkan dalam format turnamen seperti ini.

Pertandingan ini memberikan pelajaran berharga bagi para penikmat sepak bola: bahwa estetika permainan dan dominasi bola tidak selalu menjamin kemenangan. Terkadang, organisasi pertahanan yang disiplin dan penyelesaian akhir yang dingin adalah kunci utama untuk mengangkat trofi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *