Panggung Al-Awwal Park, Arab Saudi, menjadi saksi bisu runtuhnya ambisi besar Inter Milan di ajang Supercoppa Italia 2025. Di bawah langit malam Sabtu (20/12/2025), sang raksasa Milan yang dijuluki Nerazzurri harus menelan pil pahit setelah ditundukkan oleh tim kuda hitam, Bologna, melalui drama adu penalti yang menyesakkan dada.

Kekalahan ini bukan sekadar statistik di atas kertas, melainkan sebuah antiklimaks bagi skuat asuhan Cristian Chivu yang sepanjang laga tampil begitu dominan namun tumpul di penyelesaian akhir. Skor imbang 1-1 di waktu normal berlanjut ke babak tos-tosan yang berakhir dengan skor 2-3 untuk keunggulan tim Rossoblu.

Jalannya Laga: Start Kilat yang Berujung Bencana

Inter sebenarnya memulai pertandingan dengan intensitas yang menjanjikan. Belum genap dua menit laga berjalan, publik Riyadh langsung bersorak saat Marcus Thuram berhasil mengoyak jala Bologna. Gol cepat ini seolah memberi sinyal bahwa laga akan menjadi milik Inter sepenuhnya. Dengan penguasaan bola mencapai 61 persen, Inter mengurung pertahanan Bologna hampir di sepanjang babak pertama.

Namun, sepak bola bukan hanya soal menguasai bola, melainkan soal efisiensi. Bologna yang hanya mengandalkan serangan balik justru mendapatkan momentum saat terjadi kemelut di kotak penalti Inter pada menit ke-35. Wasit menunjuk titik putih, dan Riccardo Orsolini dengan dingin menaklukkan kiper Inter untuk mengubah skor menjadi 1-1.

Meski Inter terus menggempur dengan total 24 tembakan—14 lebih banyak dibandingkan Bologna yang hanya mencatatkan 10 percobaan—skor sama kuat tetap bertahan hingga peluit panjang dibunyikan. Ketidakhadiran insting membunuh di depan gawang lawan menjadi momok yang menghantui Lautaro Martinez dan kolega malam itu.

Drama Adu Penalti: Ketika Mentalitas Berbicara

Memasuki babak adu penalti, tekanan bergeser ke arah para eksekutor. Di sinilah letak kehancuran Inter Milan. Tiga penendang andalan mereka, yakni Ange-Yoan Bonny, Nicolo Barella, dan bek Alessandro Bastoni, gagal menunaikan tugasnya dengan sempurna. Tendangan yang meleset dan penyelamatan gemilang dari kiper Bologna membuat pendukung Inter di stadion terdiam.

Di sisi lain, meskipun Juan Miranda dan Nikolas Moro sempat gagal bagi Bologna, ketenangan eksekutor lainnya memastikan kemenangan bagi tim asuhan Vincenzo Italiano (pelatih Bologna saat ini). Skor akhir 2-3 dalam drama penalti tersebut resmi mendepak Inter dari perburuan trofi Supercoppa musim ini.

Curahan Hati Henrikh Mkhitaryan: Dejavu Atletico Madrid

Gelandang veteran Inter, Henrikh Mkhitaryan, tak mampu menyembunyikan kekecewaannya usai laga. Pemain asal Armenia ini menyoroti penyakit lama Inter yang sering membuang peluang emas. Baginya, Inter seharusnya sudah bisa mengunci kemenangan di waktu normal tanpa harus menyerahkan nasib pada “lotre” adu penalti.

“Seharusnya kami bisa mengakhiri pertandingan lebih awal ketika kami memiliki peluang mencetak gol yang begitu banyak,” ujar Mkhitaryan dengan nada getir saat diwawancarai oleh Sport Mediaset.

Mkhitaryan bahkan memberikan perbandingan pahit dengan kegagalan mereka di masa lalu. Ia menyebutkan bahwa ketidakmampuan memanfaatkan dominasi ini mengingatkannya pada kekalahan menyakitkan melawan Atletico Madrid di Liga Champions musim sebelumnya.

“Setelah sampai ke adu penalti, ceritanya menjadi sangat berbeda. Kendali tidak lagi sepenuhnya di tangan Anda. Ini mengecewakan, kami harus bekerja keras untuk belajar mengakhiri pertandingan lebih cepat karena kami adalah tim yang selalu mampu menciptakan banyak peluang, namun kali ini kami menghamburkannya,” tambahnya.

Analisis Taktis: Evaluasi untuk Cristian Chivu

Kekalahan ini menempatkan Cristian Chivu di bawah mikroskop kritik. Meski berhasil membuat Inter bermain sangat dominan dan atraktif secara aliran bola, ketidakmampuan tim dalam melakukan transisi positif yang mematikan menjadi catatan besar. Strategi Bologna yang bermain lebih pragmatis justru terbukti lebih efektif.

Statistik menunjukkan perbedaan mencolok:

  • Penguasaan Bola: Inter 61% vs Bologna 39%
  • Total Tembakan: Inter 24 vs Bologna 10
  • Efisiensi: Inter membutuhkan rata-rata 24 tembakan untuk 1 gol dari permainan terbuka, sebuah angka yang mengkhawatirkan bagi tim sebesar Inter.

Tersingkirnya Inter dari semifinal Supercoppa Italia menjadi sinyal peringatan dini bagi manajemen klub. Kehilangan peluang meraih trofi di pertengahan musim bisa berdampak pada moral pemain di kancah Serie A dan kompetisi Eropa lainnya.

Pelajaran dari Riyadh sangat jelas: dominasi tanpa gol hanyalah kesia-siaan. La Beneamata harus segera membenahi lini serang mereka jika tidak ingin musim 2025/2026 berakhir tanpa gelar mayor. Kini, fokus mereka harus dialihkan sepenuhnya ke liga domestik, sembari berharap kegagalan ini menjadi titik balik untuk tampil lebih klinis di sisa musim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *