
Manchester United boleh saja menelan kekalahan tipis 0-1 dari Arsenal pada laga pembuka Liga Inggris 2025/2026 di Old Trafford, Minggu (17/8/2025), namun sorotan justru tertuju pada pemain anyar mereka, Matheus Cunha.
Didatangkan dengan banderol mencapai 62,5 juta pounds dari Wolverhampton Wanderers, Cunha langsung memikat hati para pendukung United meski hanya tampil sekitar 20 menit. Kehadirannya bukan sekadar tambahan tenaga, tetapi memperlihatkan aura, karakter, dan kreativitas yang membuat atmosfer di Old Trafford berubah dalam sekejap.
Saat masuk lapangan, Cunha tidak menunjukkan keraguan sedikit pun. Dalam debut singkat itu, ia mampu menampilkan kualitas olah bola yang tinggi, kecepatan, serta keberanian dalam menantang bek-bek top Arsenal. Nama-nama seperti Riccardo Calafiori, Declan Rice, hingga William Saliba sempat dipermalukan lewat gocekan dan akselerasi eksplosifnya.
Kemampuan teknis Cunha bukanlah hal mengejutkan. Latar belakangnya sebagai pemain futsal di Brasil membuatnya piawai bergerak di ruang sempit. Beberapa kali ia menggunakan trik yang jarang terlihat di Premier League, termasuk gerakan pirouette ala Zinedine Zidane, yang langsung disambut riuh tepuk tangan suporter. Bagi fans United, aksi ini menjadi secercah harapan baru setelah musim lalu tim tampil inkonsisten.
Tidak hanya skill individu, Cunha juga menunjukkan etos kerja tinggi. Ia berlari mengejar bola, menutup ruang lawan, bahkan menegur pemain Arsenal yang dianggap sengaja membuang waktu. Sikap ini mencerminkan karakter tegas dan penuh determinasi, hal yang kerap dirindukan fans United dari seorang pemain.
Satu momen krusial terjadi ketika Cunha dijatuhkan William Saliba di kotak terlarang. Banyak yang menilai itu seharusnya berbuah penalti, namun wasit bergeming. Meski begitu, insiden ini memperlihatkan keberanian Cunha dalam mencari ruang dan memaksa bek lawan melakukan pelanggaran.
Perjalanan karier Cunha tidak lepas dari kontroversi. Saat berseragam Wolves, ia pernah mendapat sorotan karena menanduk pemain Bournemouth, Milos Kerkez. Aksi tersebut membuatnya menerima sanksi tambahan. Meski begitu, Cunha segera meminta maaf dan menunjukkan sikap bertanggung jawab.
Ada pula insiden saat ia dihukum larangan bermain dua pertandingan setelah meninju seorang petugas keamanan di Ipswich. Cunha lantas mengganti kacamata korban yang rusak, memperlihatkan rasa tanggung jawab meski sebelumnya melakukan kesalahan.
Karakter “keras kepala” ini memang bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, fans United terkenal menyukai pemain dengan sifat pemberontak dan penuh gairah, tetapi di sisi lain pelatih Ruben Amorim harus mampu mengendalikan emosi Cunha agar tidak merugikan tim.
Cunha kini berusia 26 tahun, usia emas bagi seorang penyerang. Setelah perjalanan penuh dinamika di Sion, RB Leipzig, Hertha BSC, Atletico Madrid, dan Wolverhampton, kini ia mendapat panggung yang jauh lebih besar.
Di bawah asuhan Amorim yang dikenal dekat dengan para pemain, Cunha berpeluang untuk menemukan konsistensi yang selama ini dicari. United jelas membutuhkan sosok dengan karakter eksplosif seperti dirinya, apalagi tim masih mencari formula terbaik setelah era transisi pasca-Erik ten Hag.
Kehadiran Cunha juga diharapkan bisa memecah kebuntuan United yang kerap tumpul di lini serang. Dengan kreativitas, keberanian, dan naluri menyerang yang tajam, ia berpotensi menjadi pemain kunci dalam misi mengembalikan kejayaan Setan Merah.
Menariknya, Cunha bukan hanya mendapat respek dari fans dan pelatih. Beberapa rival pun mengakui kualitasnya. Striker kawakan Jamie Vardy bahkan pernah menuliskan pujian di kausnya, menandakan Cunha bukan sekadar pemain biasa.
Dengan kombinasi kemampuan teknis, karakter berapi-api, serta dukungan penuh dari publik Old Trafford, banyak pihak percaya Cunha bisa menjelma menjadi idola baru. Tantangan berikutnya adalah menjaga konsistensi dan menyalurkan energi positifnya ke dalam performa di lapangan, bukan dalam insiden kontroversial.